Saat-saat Aku Tidak Membela Ibu (piece 1)

Suatu hari saat aku masih di taman kanak-kanak, aku diminta oleh bu guru untuk mengikuti sebuah lomba mewarnai dan menggambar. Salah satu alasannya karena aku punya pensil warna sendiri.
Sepulang dari sekolah, dengan nada malas tapi sedikit sombong, aku memberi tahu ibu tentang permintaan guruku hari itu. Kemudian, dengan penuh semangat, ibu memberiku "training" khusus untuk mempersiapkanku sampai hari H.

Ibu mengajarkan padaku cara menggambar yang baik tentu saja menurut versi beliau. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah membuat garis tepi pada kertas gambar. Masing-masing sisi adalah 1 cm dari tepi jika kertas A3, dan 0.5 cm jika menggunakan kertas ukuran A4 atau F4. Tahap selanjutnya adalah membuat pola gambar utama menggunakan pensil. Jika sudah dibuat gambar utama, lalu mengembangkan sendiri imajinasi gambar dengan pensil warna yang sebelumnya selalu diruncingkan. Pelajaran ini terus berulang beberapa malam sampai hari H tiba.

Saat itu, ada hal yang membuatku bertanya, " mengapa ibuku selalu ingin mempersiapkan segala hal dengan begitu detail ?" Karena sejujurnya itu membuatku malas.

Ketika hari H tiba.
Seperti hari-hari biasa, ibu harus berangkat ke kantor di awal pagi sambil mengantarku ke sekolah. Namun, hari itu agak berbeda. Ibu mengantarku sampai depan taman kelasku, lalu membuka "blue print" gambar yang telah kami buat berhari-hari sebelumnya dan selalu ku ulang tiap malam. Kemudian ibu merunduk setinggi aku lalu mulai menjelaskan ulang urutan apa saja yang harus ku ingat untuk lomba nanti.
Tak lupa, ibuku berpesan untuk tidak terpengaruh dengan gambar ataupun cara menggambar temanku yang lain, harus yakin dengan "aturan" yang telah kita punya. Kira-kira begitu. Lalu secara otomatis aku pun mengangguk. Sebelum meninggalkanku, ibu menggulung kembali kertas gambar itu dan memasukkannya ke dalam ransel daffy duck-ku.

Beberapa jam kemudian aku berangkat menuju lokasi lomba. Sekolah mengirimkan dua peserta saat itu, salah satu temanku bernama Jefry.
Waktu untuk berlomba pun dimulai. Aku mempersiapkan semua alat yang kupunya, termasuk gulungan kertas yang dimasukkan ke tasku tadi pagi. Dalam gulungan kertas itu terdapat gambar sebuah taman cantik yang penuh dengan bunga berwarna-warni, beberapa kupu-kupu beterbangan di sekitarnya dan bukit-bukit kecil yang hijau serta langit biru bersih yang cerah. Kemudian aku mengingat urutan yang harus aku lakukan.
Sesaat sebelum aku menggoreskan pensil warnaku, mataku melirik pada kertas gambar milik Jefry yang duduk di sampingku. Disana tergambar dua buah gunung yang saling berhimpit di tengah, matahari muncul diantaranya, jalan yang panjang dan berliku memotong persawahan di bawah gunung. Tak lupa Jefry nampak sedang menambahkan sebuah pondok kecil di salah satu sudutnya. Cepat sekali dia menggambar.
Mataku kembali memandang pada kertas gambar milikku yang masih kosong, lalu aku pun kehilangan semuanya. Aku mulai menggambarkan hal yang sama seperti milik Jefry.

Ya, aku mengkhianati perjanjianku dengan ibu.


19 June 2012
Terinspirasi dari sebuah novel "for One More Day"
by Mitch Albom

Komentar

  1. Ceritanya hampir sama spt aku, tapi bedanya aku nurut kata ibu utk gambar mesjid pas lomba....dan ibuku nggak sedetil itu dlm.mmpersiapkan lomba sept ibumu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

sederhana yang hebat

Rasa yang Menjagamu