Doa yang Ia menangkan
Sore yang teduh mengantarkan senja berlalu
Gadis di seberang jalan itu berdiri menanti kendaraan berlalu lalang.
Jilbabnya berkibar ringan
Pesannya dua hari lalu :
"Aku pingin ketemu, ngobrol-ngobrol"
Aku sudah menunggunya di seberang jalan sejak 15 menit yang lalu sambil menanti antrian tempat duduk kafe yang masih ramai.
"Udah lama ?"
Belum jawabku dengan menggeleng.
Dia menarik tanganku mencari bangku kosong
Percakapan basa-basi mulanya.
Menanyakan kabar, kegiatan, beberapa teman yang saling kenal.
"Aku mau nanya..." akhirnya.
Katanya menggantung menanti persetujuan
Lalu aku mengangguk
"Kenapa kamu menolak dia ?"
Menolak ?
Ohh yang benar saja... ini yang ingin dia bahas.
Tak lama pesanan datang dan kami mulai makan.
Dan pikiranku beterbangan tentangmu.
Bagaimana harus kujelaskan keadaan kita ?
Mungkin terasa ganjil gadis itu,
Kita
Dua orang yang saling menginginkan, melewati masa indah bernama saling jatuh cinta,
merasakan jantung berdegub setiap kali saling mendekat,
merasakan tarikan nafas dan lekukan pipi untuk tersenyum setiap kali berpapasan
dan saling mengetahui bahwa saling ingin memiliki.
Lalu kenapa tidak bersama ?
Setelah berputar-putar kucari alasan.
Mungkin ini alasan yang tepat.
Bahwa aku menginginkanmu, sangat.
Lalu aku menyimpannya dalam, sesekali kutunjukkan melalui tatap, senyum, tawa, suara dan akhirnya hanya bisa berdoa.
Bahwa kau menginginkanku, sangat, mungkin.
Lalu kau mencoba menahannya agar tak terucap, dan sesekali ditunjukkan lewat senyum, tatapan, tindakan dan diam. Mungkin juga doa.
Lalu aku mulai beranjak
Lalu kau mulai bertekad
Lalu kami saling mengusahakan, namun tak bersamaan. Tak sungguh-sungguh.
Dan diantara doa-doa milyaran manusia.
Hati masing-masing kami saling diperebutkan.
Maka pada doa manakah yang akhirnya Ia menangkan.
Komentar
Posting Komentar