Saya teringat, seringkali motivator menyarankan pada kita untuk membuat list impian. Tujuannya untuk menjadikannya "real" keluar dari awang-awang pikiran yang mudah sekali terlupakan. Saya sangat setuju dengan gagasan tersebut. Suatu kali saya mencoba tantangan Marwah Daud Ibrahim untuk menuliskan 100 keinginan yang akan kita wujudkan. Dan ternyata sulit juga untuk menemukan keinginan-keinginan tersebut. Ternyata setelah kita mencoba "merealisasikan" dalam bentuk tulisan, mencernanya dan melerainya satu persatu dan hasilnya sangat memalukan. Campur-campur tidak beraturan (seperti orangnya?! Ups). Ketika menuliskannya pertama yang saya tulis adalah impian-impian besar, 2 tahun dari sekarang, 5 tahun kemudian, 10 tahun. Lama-kelamaan saya kehabisan akal. Apalagi ya? Terkadang saya juga menulis kemudian saya menghapusnya dengan bergumam "ah.. Masak keinginan seperti ini ?!" hemm terkadang kita ragu dengan keinginan kita yang mungkin sepele. Misal rena...
Aku tak bisa melupakan hari itu. Hari ketika pertama kalinya kau mencairkan kristal hatimu. "aku mulai meragukan tentang kita" katamu seketika. Dan membuatku langsung menutup buku kuno yang sedang kubaca. Ruang diskusi perpustakaan yang senyap ini seakan riuh dengan keresahanmu, kita. "ada apa ?" tanyaku sedikit terkejut "aku ragu..." katamu lagi dengan suara mulai melemah. Kau menundukkan kepala, menyembunyikan mata yang mungkin kau takut terbaca. "kau meragukanku ?" tanyaku lagi ... lama jawabmu, Kau sungguh membuatku cemas... "bukan...tapi...aku meragukan diriku sendiri..." kali ini sungguh aku melihat air mata itu mengalir. "aku meragukan diriku..." katamu mengulangi. Jujur saja, baru kali ini kau menangis, dan aku sedikit kaku juga bingung harus berkata apa.. Dan tangisanmu belum berhenti. Sembari mengusap airmata kau berjalan menuju jendela, membuka daun pintu yang mengalirkan angin, mengibarkan ...
Suatu hari saat aku masih di taman kanak-kanak, aku diminta oleh bu guru untuk mengikuti sebuah lomba mewarnai dan menggambar. Salah satu alasannya karena aku punya pensil warna sendiri. Sepulang dari sekolah, dengan nada malas tapi sedikit sombong, aku memberi tahu ibu tentang permintaan guruku hari itu. Kemudian, dengan penuh semangat, ibu memberiku "training" khusus untuk mempersiapkanku sampai hari H. Ibu mengajarkan padaku cara menggambar yang baik tentu saja menurut versi beliau. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah membuat garis tepi pada kertas gambar. Masing-masing sisi adalah 1 cm dari tepi jika kertas A3, dan 0.5 cm jika menggunakan kertas ukuran A4 atau F4. Tahap selanjutnya adalah membuat pola gambar utama menggunakan pensil. Jika sudah dibuat gambar utama, lalu mengembangkan sendiri imajinasi gambar dengan pensil warna yang sebelumnya selalu diruncingkan. Pelajaran ini terus berulang beberapa malam sampai hari H tiba. Saat itu, ada hal yang membuat...
Komentar
Posting Komentar