hujan, telaga dan buku tak bernama

Sore yang syahdu
Hujan semenjak matahari meninggi tadi telah ramai membasahi tanah
Di sebalik jendela aku membuka-buka halaman demi halaman buku tak bernama
Mencari catatan apa yang kiranya dapat ku tuliskan ulang untuk menemani hujanku yang sepi.

Tiap lembarannya,
Tak bercelah,
Semua catatan itu tentang kita.
Tentang langit, banyu, hujan, cahaya, rembulan dan secangkir coklat panas.

Tak berjeda.

Langit,
Banyu,

Telaga ini mungkin berubah...
Mungkin telaga itu tak serupa dengan apa yang selama ini aku ceritakan.

Tentang telaga yang tenang, dalam dan diam.
Mungkin dulu aku berpikir dia berair kebiruan,
Atau dia menyimpan beberapa kano tua yang berharga di ujung dermaga kayunya dan memuat buku-buku sejarah dunia untuk dibaca saat hari cerah.

Mungkin,

Dan mungkin bayangan itu akan berbeda.

Telaga kita,
Mungkin akan berair bening, yang warnanya selalu berganti memantulkan cahaya matahari.
Tenang dan mengapungkan rakit-rakit sederhana yang kuat,
Membiarkan beberapa bunga akasia gugur dipermukaannya, sebelum membusuk dan tenggelam.

Banyu,
Langit,
Lintasan cinta kita mungkin akan berubah.
Tak  sama dengan kisah pada buku tak bernama itu..
Buku ini yang tak bernama,
Seperti telaga kita yang belum menemukan wujudnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

sederhana yang hebat

Rasa yang Menjagamu

Saat-saat Aku Tidak Membela Ibu (piece 1)