Sepasang Kekasih
Selamat sore Langit,
Hari ini kau menghujan biru
Siang yang panas berubah menjadi
sendu
Langit, ini sudah minggu ke lima
aku berada dalam -rumah- ini.
Rasanya berjuta juta. Dari setiap
orang, setiap peristiwa, setiap apa yang dilihat, apa yang di dengar,
pada setiapnya akan ada pelajaran
berharga untuk merenungi makna kehidupan.
Kali ini aku bertemu seorang suami yang baik hati.
Tiap kali aku melihatnya, aku selalu
terharu, selalu takjub, selalu berjuta rasa.
Saat sepasang kekasih itu harus
sakit salah satu.
Seperti sepasang kekasih ini.
Usianya tak lagi muda, bercucu
satu.
Aku melihat laki-laki itu. Duduk di
depan kamar istrinya yang sedang dirawat inap.
Suami itu bermata lelah, dahinya
berkerut, mulutnya melengkung ke bawah,
Dia seperti teramat jengah dengan
semuanya.
Istrinya yang biasa melayani
hidupnya, tengah tergolek lemah.
Dia mengalami stroke ulang
sehingga tak bisa berjalan. Dua kakinya lemah tak bisa digerakkan. Selain itu
sang istri memiliki luka di kaki yang tak kunjung sembuh, mengeluarkan bau yang
mungkin nyamuk pun enggan.
Kau tahu bukan, dimanapun sudut
nusantara ini... laki-laki adalah makhluk manja yang senantiasa dilayani oleh
istrinya. Sepanjang hidup istri solihah mambaktikan tiap detiknya untuk mencari
ridlo suami dan mencurahkan segalanya untuk anak dan keluarga.
Lalu, apa yang kulihat sayang ?
Laki-laki penyabar itu begitu
setia dalam ujian yang dihadapinya. Suami itu dengan sabar menemaninya setiap
saat. Tak pernah ku lihat dia pulang dan meninggalkan istrinya. Dia gantikan
pampersnya setiap hari, membersihkan sisa-sisa kotoran setelah istrinya buang
hajat. Setiap pagi menyeka tubuh tambun itu dengan air hangat, sehangat kasih
sayangnya. Menyuapi dengan sabar karena istrinya selalu mual.
Langit, aku sering terharu melihat
fenomena seperti itu yang tak hanya satu atau dua, tapi banyak. Satu datang
silih berganti.
Siang ini aku bertemu lagi dengan
laki-laki baik hati itu. Matanya masih sayu dan lelah. Badannya kulihat lebih
kurus. Dia datang untuk menebus obat untuk istrinya yang sudah boleh pulang 5
hari yang lalu.
Kemudian aku bertanya bagaimana
kabarnya. Apakah dia sehat-sehat saja. Dengan terus terang dia menjawab, “ah
sudah tidak dirasakan. Tidak perlu dirasakan.” Kemudian aku merasakan mataku
menghangat. Aku tahu, beberapa hari yang lalu, sebelum istrinya menjalani
operasi lalu masuk ICU, laki-laki ini pun jatuh sakit dan dirawat di kamar yang
berbeda bangsal dari istrinya untuk beberapa hari.
Kemudian aku bertanya lagi apakah
dia merasa lelah ? dia menjawab “tidak, tidak perlu dirasakan” yah kalimat itu
cukup memberi jawaban bagiku tentang apa yang menjadi realita dari cinta, kasih sayang, pernikahan,
keluarga, komitmen dan tentu saja kehidupan tanpa harus mengkhatamkan sebuah
buku tuntunan pernikahan dan keluarga.
Rasakanlah sayang, rasakan...
Nyalakan hatimu, niscaya hati itu
akan tergores-gores mesra oleh alunan realita kehidupan.
Masih banyak, banyak yang belum ku
ceritakan. Dan aku berjanji akan menceritakan semuanya padamu.
Satu demi satu.
Agar catatan ini bukan sekedar
menjadi kumpulan cerita tanpa makna.
Tanpa jeda untuk meresapkannya
dalam hati. Menyimpannya dalam ingatan. Dan menjadi pelajaran untuk berjalan
kelak.
Sebuah jeda yang sengaja dijaga teratur,
yang membisikkan rindu.
Tertanda aku yang merindukan kalian.
Banyu dan Langit
:)
*saatakumasihdoktermuda
gambar dari sini |
Komentar
Posting Komentar